Konsekuensi kedua, yakni akan terjadi pembengkakan utang luar negeri. Hal ini terjadi tanpa kenaikan nominal dolarnya. Artinya, sekalipun tak ada penambahan utang luar negeri, tapi harga dolarnnya naik tajam, maka secara otomatis nominal rupiah yang dibutuhkan juga naik sesuai dengan pergerakan harga rupiah.
Misalnya jika nilai cicilan utang adalah USD 1.000 dengan asumsi nilai tukar sebelumnya 14800 per dolar AS. Maka nominal rupiah yang dibutuhkan untuk mencicil adalah Rp 14.800.000. Tapi jika rupiah melemah menjadi 16.000 per dolar AS, maka mendadak utangnnya menjadi Rp 16.000.000.
“Terjadi pertambahan utang dalam rupiah sekitar Rp 1.200.000, tanpa kenaikan nominal utang dalam dolarnya,” jelasnya.
Artinya, anggaran yang telah ditetapkan di dalam APBN 2023 akan terpakai untuk menutup kedua selisih tersebut. Pertama subsidi BBM akan bengkak tajam. Kedua, cicilan utang luar negeri juga akan bengkak
Sementara sisi positifnya Untuk APBN, penerimaan PNBP dari sisi ekspor dan impor serta berbagai pendapatan pajak dari aktifitas ekspor impor juga akan naik.
“Karena dana yang didapat eksportir dan dana yang dikeluarkan importir tentu akan ikut naik, yang berimbas pada nominal pajak yang mereka bayarkan,” pungkasnya.