Data S&P Global Commodity Insight 2023 menunjukkan di industri tambang isu kesetaraan gender masih ada dan mayoritas diisi laki-laki, bagaimana menurut Ibu?
Betul ya. Sampai sekarang kalau saya lihat statistik industri tambang dan di PT Vale sendiri juga kita masih jauhlah dalam hal kesetaraan gender. Namun saya pikir ada proses yang harus kita lalui. Ini bukan sesuatu yang bisa dicapai dalam waktu yang singkat ya, karena kan saya mungkin cerita secara overall pendekatan di PT Vale.
Kami sudah menggaungkan keberagaman inklusi sejak 2019. Tapi memang di target awal kita adalah bagaimana meningkatkan proporsi perempuan. Jadi keberagaman inklusi itu bukan hanya bicara partisipasi perempuan, tapi juga ada misalnya people with disabilities, local talent dan banyak aspek diversity.
Namun, target pertama kami memang meningkatkan partisipasi gender ya, perempuan. Nah, alhamdulillah setelah beberapa tahun proses kami berlangsung dulu itu selalu dikisaran 7-8 persen. Tahun ini harapan saya kayanya forecast-nya tercapai, kita dua digit bisa mencapai 10 persen. Nah ini perjalanan yang cukup panjang dan target kami adalah 2026 nanti bisa mencapai 16 persen total fokus kita.
Jadi awalnya 8-7 persen, dobel yah 16 persen di tahun 2026 dan juga di proporsi kepemimpinan juga penting, pimpinan kami berharap 2026 itu bisa 20 persennya perempuan. Nah, untuk mencapai ini effort-nya memang banyak dan itu nggak bisa program lepasan, jadi itu mesti perencanaan terintegrasi lagi.
Apa yang harus dilakukan untuk mewujudkan itu?
Jadi pertama adalah kita harus memastikan lingkungan kerja ini memang welcome terhadap keberagaman inklusi dan juga menghargai perbedaan. Jadi banyak sekali campaign, sudah ribuan karyawan kita training, termasuk sekarang mau masuk ke kontraktor-kontraktor kita bahwa kita nggak mentolerir yang namanya harassment atau diskriminasi.
Itu penting sekali, kalau lingkungan kerjanya tidak sehat, tidak mendukung, percuma bergabung ke perusahaan tapi nanti pasti keluar lagi. Jadi pertama adalah no tolerance to harassment and discrimination.
Kedua adalah kita juga mapping survey apa sih kendala-kendala yang dihadapi oleh pekerja perempuan. Misalnya hal-hal basic, dua tahun pertama itu banyak di hal basic, fasilitas misalnya toilet perempuan. Kita kalau di kantor gampang ya pasti ada toilet perempuan, tapi bayangkan kalau di area eksplorasi, area tambang itu kan menyebar di area yang remote, apakah benar ada fasilitas yang baik untuk perempuan? Kemudian menyusui, kan ada challenge-challenge yang dihadapi.
Jadi memang harus ada survei, dialog dan diskusi apa kira-kira solusi yang bisa menyelesaikan masalah mereka. Kemudian kita masuk beyond infrastructure, kita lihat juga sistem promosi kita dan penilaian banyak sekali bias. Jadi training kita sekarang juga banyak menargetkan pada unconscious bias. Edukasi bahwa di kehidupan kita ini banyak sekali unconscious bias.
Jadi kita harus mawas akan unconscious bias itu dan kemudian memastikan sistem kita mengurangilah bias-bias itu sehingga kesempatan yang sama diberikan kepada perempuan maupun laki-laki. Nah itu di dalam internal perusahaan. Di dalam internal perusahaan saya rasa paling-paling penting adalah tone from the top, komitmen dari atas. Kalau komitmen dari atas tidak ada percuma apa pun effort-nya.
Di kita Dewan Komisaris dan Dewan Direksi sudah komit dengan charter kita dan kemudian juga ada beberapa behavior yang kita anggap harus menjadi role model. Jadi expect dari semua leaders itu memberi contoh.
Nah, di luar perusahaan ini aktivitas yang berat karena saya beri contoh dua tahun yang lalu ya, kalau kita ada vacancy gitu jumlah yang apply ya perempuan itu hanya 11 persen. Jadi mau dimasukkan semua pun itu kan nggak bisa, harus tetap ada proses filter karena competency based kan bukan berarti bahwa kalau perempuan pasti sudah masuk, tidak. Ada testing dan segala macam selection process yang sama dengan laki-laki.
Nah, ketika kita melihat data itu, kita menyadari bahwa industri kita ini masih belum atraktif bagi perempuan, ya kan? Jadi yang PT Vale lakukan adalah kami roadshow ya ke universitas-universitas untuk menceritakan, menunjukkan bahwa tambang ini sebenarnya sudah berubah, tidak seperti dulu ya, kalau dulu main fisik saja ya, harus kuat.
Teknologi sudah berkembang sangat pesat dan sekarang kalau dilihat planning-planning itu semua sangat bisa. Ruang-ruang kita ciptakan untuk perempuan bergabung. Jadi kita menceritakan bahwa industri tambang sudah berevolusi tidak seperti dulu lagi. Dan juga kita menceritakan apa effort-effort dan yang kita lakukan di PT Vale untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih positif bagi perempuan.
Dan kemudian, kendala perempuan untuk berkarier juga kadang-kadang adalah keluarga ya, nanti kalau dia sudah menikah, punya anak bagaimana? Nah, dari sisi perusahan sangat penting juga memberikan fleksibilitas karena kita perlu fleksibilitas. Kalau tidak ada fasilitas itu ya ujung-ujungnya akan berhenti bekerja atau tidak dapat dukungan dari keluarga lagi.
Sebelum di Indonesia, Ibu pernah bekerja di Belanda dan di Australia, apakah tantangan kesetaraan gender terjadi juga di sana?
Sama saja sih. Bahkan waktu saya dulu di Belanda, di seluruh tim saya satu lantai itu saya perempuan ketiga, hanya tiga perempuan, jadi hanya ada tiga perempuan, bayangkan begitu minoritasnya. Menurut saya sih sama saja, tapi memang yang cukup membantu di Belanda dan di Australia adalah kesadaran mengenai gender, kesetaraan gender, diversity inclusion itu sudah lebih masif.
Jadi dukungan dari society juga sudah lebih tinggi karena sudah ada kesadaran dulu, awareness, kemudian comes with understanding, pemahaman. Setelah ada pemahaman datanglah komitmen, dari komitmen datanglah action. Nah, paling tidak dari sisi awareness itu di sana sudah lumayan tinggi.
Kedua juga mungkin ini hal klasik yang dihadapi oleh banyak perempuan ya, social expectation. Kalau perempuan sudah menikah biasanya kalau curhatan dari ibu-ibu itu adalah suami berharap kita tinggal di rumah, jaga anak, kemudian kadang-kadang ya banyak sekali ya, mertua begitu-begitu ya. Kalau saya rasa di kultur budaya Asia masih sangat kental, tapi kalau di Belanda dan Australia itu mereka sudah lebih reseptif ya.
Seperti saya ambil contoh, kebetulan mertua saya orang Australia, sangat-sangat suportif, sangat suportif, bahkan selalu menyampaikan bahwa kamu nggak boleh menyerah, harus terus maju. Saya sampai bingung juga, kadang-kadang kita capek, kita sudah mau napas sedikit, nggak, nggak boleh, harus terus maju.
Jadi saya melihat perbedaan yang yang cukup signifikan. Walaupun menurut saya pemahaman dan konteks sosial di Indonesia sudah mulai berubah ya, mengarah jauh lebih majulah dibanding dulu, namun tetap relatif terhadap di negara yang saya pernah tinggal itu ya memang masih gapnya lumayan.
Tapi saya lihat ada banyak sekali kesempatan dan harapan. Saya rasa Bapak Presiden, pemerintah juga sangat giat sekarang ya meningkatkan partisipasi gender ini dan saya rasa ada gayung bersambutnya. Kalau dari pemerintah, perusahaan pasti akan majunya lebih cepat ya.