El Nino Ancam Industri Kakao Global, Indonesia Siap-siap Ikutan Terimbas

Liputan6.com, Jakarta Musim panas ekstrim El Nino diperkirakan akan berlangsung dalam waktu yang lama. Hal ini dikhawatirkan menjadi kabar buruk bagi tanaman kakao yang sangat sensitif terhadap perubahan cuaca.

Suhu yang lebih panas dan perubahan pola curah hujan juga dapat merusak perkembangan buah kakao dan meningkatkan penyebaran hama dan penyakit.

Berdasarkan El Nino-Southern Oscillation Outlook terbaru, El Nino diperkirakan akan berlangsung hingga kuartal pertama 2024, dengan kemungkinan 71 persen akan meningkat pada bulan November dan Januari.

Efek El Nino yang semakin intensif dan sering terjadi dapat mengurangi secara signifikan jumlah lahan subur untuk budidaya kakao.

Hal ini tidak hanya mengancam ketahanan pangan, namun juga membahayakan kehidupan para petani, terutama di negara-negara Afrika Barat, yang paling berisiko terkena perubahan cuaca ekstrem.

“Kondisi El Nino secara historis sering dikaitkan dengan kondisi yang lebih kering di Afrika Barat, tempat tiga perempat kakao dunia diproduksi,” kata Jonathan Haines, direktur penelitian di Gro Intelligence, dikutip dari CNBC International, Selasa (10/10/2023).

Sebagai informasi, Afrika menyumbang hampir 75 persen produksi kakao global, sedangkan Amerika, termasuk Brasil dan Ekuador menyumbang 20 persen produksi, menurut Organisasi Kakao Internasional.

Asia-Pasifik memproduksi 5 persen sisanya, dengan Indonesia dan Papua Nugini menjadi produsen terbesar di wilayah tersebut.

Pantai Gading di Afrika Barat adalah produsen kakao terbesar di dunia, menyumbang sekitar 44 persen dari produksi global, sementara negara tetangganya, Ghana, menyumbang sekitar 14 persen.

Ketika suhu meningkat, diperkirakan semakin banyak area budidaya kakao yang terdampak pada tahun 2050, menurut Climate.gov, portal informasi perubahan iklim yang dijalankan oleh National Oceanic and Atmospheric Administration.

Masalah tersebut dapat mendorong petani memindahkan panen ke tempat yang lebih tinggi.

“Petani kakao yang menghadapi keputusan penting mungkin akan mulai mencari daerah dengan dataran tinggi yang cuacanya lebih mendukung untuk penanaman kakao, atau beberapa mungkin memutuskan untuk meninggalkan budidaya kakao sama sekali,” ungkap Kerry Daroci, pemimpin sektor kakao di Rainforest Alliance.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *