Arief mengaca pada Kerangka Sampel Area oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebutkan areal tanam berada di bawah 1 juta hektar. Proyeksinya, dalam 3 bulan kedepan yang bisa ditanami masih berada di bawah 1 jura hektare.
“Produksinya selama satu bulan akan di bawah angka kebutuhan konsumsi bulanan kita yang ada di 2,5-2,6 juta ton. Karena estimasinya produksi bulanan 900 ribu ton sampai 1,1 juta ton. Nah ini harus diantisipasi oleh kita semua,” kata dia.
Arief menyebut, saat ini pihaknya sedang melakukan penjajakan keeja sama pangan dengan India. Dia komoditas yang disasar adalah beras dan daging kerbau. Dalam hal perberasan, dia ingin mendalami kembali tawaran India sebelum adanya kebijakan pembatasan ekspor dari Pemerintah India.
“Kemudian yang menjadi concern kita dalam kunjungan ke India kali ini adalah kita ingin mengetahui kondisi riil tentang apa yang sebenarnya terjadi mengenai beras India,” ucapnya.
“Sebenarnya beberapa waktu lalu, saya bersama Bapak Menteri Perdagangan pernah menerima perwakilan India dan konteksnya saat itu mereka tawarkan beras sebagai penyeimbang trade balance kedua negara. Namun setelah itu, Pemerintah India mengeluarkan kebijakan pembatasan ekspor beras, sehingga ini yang perlu kita dalami,” sambung Arief.
Sementara itu, mengenai daging kerbau, pihaknya sedang pelajari bagaimana supply chain dan beberapa hal yang bisa dibawa ke Indonesia. Misalnya terkait dengan teknologi, pembibitan atau breesing, dan penggemukan atau fattening.
“Ini yang bisa kita lakukan di Indonesia. Kalau kita terus-menerus seperti ini, maka nanti kita akan kehilangan beberapa produk seperti yang sudah terjadi pada kedelai karena kita tidak bisa produksi dalam negeri,” pungkas Arief.