Liputan6.com, Jakarta Indonesia sangat ambisius untuk terus memacu penggunaan energi terbarukan demi mencapai target pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) seperti yang tertuang dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) untuk pengendalian perubahan iklim.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jisman Hutajulu menjelaskan Indonesia telah meratifikasi Paris Agreement dan berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Berdasarkan dokumen Enhanced NDC, Indonesia menargetkan untuk mengurangi emisi GRK sebesar 31,89% dengan upaya sendiri atau mencapai 43,20% dengan dukungan internasional
“Sektor energi berkomitmen untuk mengurangi emisi GRK sebesar 314-446 juta ton setara CO2 pada tahun 2030 melalui pengembangan energi terbarukan, efisiensi dan konservasi energi, serta penerapan teknologi,” kata dia saat menjadi pembicara kunci saat sesi diskusi panel di Paviliun Indonesia pada konferensi perubahan iklim, COP28 UNFCCC di Dubai, Uni Emirat Arab, dikutip Minggu (3/12/2023).
Jisman menjelaskan, Indonesia akan mengakselerasi penggunaan energi terbarukan. Salah satunya dengan mempercepat pembangunan pembangkit listrik berbasis energi baru dan terbarukan (EBT) dan interkoneksi melalui supergrid sehingga pemanfaatannya semakin luas di seluruh wilayah Indonesia.
Menurut Jisman, produksi listrik di masa depan akan didominasi dari berbagai sumber EBT seperti tenaga matahari, angin, tenaga air, bio energi dan geothermal.
Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati menjelaskan dukungan untuk mencapai komitmen yang telah dicanangkan pemerintah Indonesia. Akan ada tiga aksi untuk mendukung emisi Net Zero tahun 2060.
Pertama adalah dekarbonisasi untuk operasional perusahaan. Hal ini dilakukan dengan efisiensi energi dan pemanfaatan kendaraan operasional berbasis listrik.
Pertamina juga akan mengembangkan bisnis rendah emisi seperti panas bumi, tenaga matahari, biofuel, dan hydrogen. Selain itu Pertamina juga akan mengembangkan teknologi carbon capture sebagai bagian dari carbon offset.
Lebih lanjut dia menjelaskan produk rendah karbon seperti biofuel sangat potensial. Nicke mencontohkan adalah produk-produk Pertamina seperti biogasoline hingga produk Pertamina Sustainable Aviation Fuel (SAF).
“Kami berkomitmen mengembangkan sustainable fuel,” ujar Nicke.