Saenong menambahkan, program gerai konsultasi perizinan membuat masyarakat petambak bisa semakin dekat dengan pemerintah. Pembudidaya mendapatkan bimbingan yang bisa meningkatkan target produksi dan keberlanjutan usahanya, dengan tetap menerapkan prinsip ramah lingkungan.
“Dengan menerapkan sertifikasi CBIB, artinya kalau usaha tambak kita hanya memiliki satu saluran saja, sama saja kita bunuh diri. Istilah kami di kalangan petambak, air yang masuk ke usaha tambak kita adalah air surga, sehingga air yang keluar harus air surga juga. Karena kalau air neraka itu artinya kita bunuh diri,” jelas Saenong.
Saenong menegaskan udang merupakan komoditas yang disukai masyarakat global, dan usaha budidaya tambak udang masih sangat menjanjikan dan memiliki prospek yang cerah di masa depan. Dia juga yakin usaha di bidang ini akan terus bermunculan.
Hal senada juga disampaikan oleh perwakilan petambak muda di Sulawesi, Robby Arnold. Gerai konsultasi perizinan berusaha yang diselenggarakan oleh KKP, diakuinya membuat masyarakat petambak menjadi lebih dekat lagi dengan pemerintah.
“Masyarakat petambak di Sulawesi menjadi lebih paham dan ternyata perizinan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) tidak susah, serta perhitungan biaya dan waktu juga menjadi jelas,” papar Robby.
Menurutnya, dengan adanya gerai konsultasi perizinan, jumlah pembudidaya yang patuh aturan akan semakin tinggi. Regulasi penting dilaksanakan agar kegiatan budidaya berkelanjutan dan produk yang dihasilkan memenuhi standar internasional.
“Budidaya udang itu suatu seni yang harus kita tekuni, suatu seni yang harus kita perhatikan. Dan tentunya akan membuahkan hasil, Indonesia suatu hari nanti pasti bisa menjadi lumbung udang dunia,” tandas Robby.