Liputan6.com, Jakarta Badan Pusat Statistik (BPS) buka-bukaan mengungkap penyebab kenaikan harga komoditas cabai yang kian mencekik konsumen. Tercatat, harga cabai rawit merah sudah menyentuh Rp100.000 per kilogram (kg) di berbagai daerah.
Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS, Moh Edy Mahmud menyebut, kenaikan harga komoditas cabai merah maupun rawit dipengaruhi oleh tiga faktor. Pertama, faktor cuaca yang tidak menentu yang mempengaruhi produksi cabai.
“Faktor pertama (kenaikan cabai) pada November tahun ini karena cuaca yang tidak menentu,” kata Edy dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (1/12/2023).
Faktor kedua penyebab mahalnya harga harga pangan pedas tersebut adalah turunnya produksi cabai di sejumlah sentra wilayah. Alhasil, pasokan cabai menjadi berkurang.
Adapun faktor ketiga penyebab lonjakan harga cabai rawit adalah masalah distribusi.
Akibatnya sebaran komoditas cabai tidak merata dan menyebabkan terjadinya disparitas harga.
Inflasi Cabai
Edy mencatat, inflasi cabai merah tertinggi terjadi di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. Dia menyebut kenaikan harga cabai merah di wilayah tersebut akibat dampak dari kemarau panjang.
“Kenaikan cabai diduga petani cabe di Kabupaten Bulukumba itu tengah menghadapi dampak serius dari musim kemarau panjang sebagai fenomena apa El Nino,” ungkap Edy.
Sementara inflasi tertinggi untuk komoditas cabai rawit terjadi di Sumenep, Madura. Eddy menyebut, lonjakan harga cabai di Sumenep akibat berkurangnya pasokan.
“Sumenep tercatat inflasi cabe rawit tertinggi akibat pasokan cabai rawit ke Sumenep kemudian yang menipis ini,” pungkas Edy.