Membaca Nasib Petani dari Penyaluran Pupuk Subsidi

Liputan6.com, Jakarta – “Strategi transformasi ekonomi di bidang ketahanan pangan dialokasikan sebesar Rp 108,8 triliun yang diprioritaskan untuk peningkatan ketersediaan, akses, dan stabilisasi harga pangan, peningkatan produksi pangan domestik,”

Begitu bunyi petikan pidato Presiden Joko Widodo dalam Penyampaian Keterangan Pemerintah Atas Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2023 dan Nota Keuangan, pertengahan tahun ini. Alokasi dana tersebut jadi satu pos yang perhatian pemerintah di tahun 2024.

Ketahanan pangan jadi dua kata yang cukup sering diucap Kepala Negara di berbagai kesempatan. Ketahanan pangan juga yang jadi tujuan Indonesia kedepannya.

Nyatanya, kunci keberhasilan guna mencapai tujuan tersebut ada di tingkat paling bawah, yakni petani. Penguatan petani, pembiayaan, perlindungan, hingga alokasi pupuk bersubsidi tidak bisa terlepas untuk meningkatkan produktivitas petani.

Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) Said Abdullah menilai pupuk subsidi menjadi modal yang tak bisa dipisahkan untuk bisa melancarkan produksi. “Posisi pupuk bersubsidi bagi petani penting karena menjadi salah satu komponen penting dalam budidaya,” ucapnya kepada Liputan6.com, dikutip pada Kamis (30/11/2023).

Said tak menampik kalau saat ini sentra produksi pertanian di Indonesia mulai semakin rendah kualitasnya. Utamanya, lahan-lahan untuk tanaman pangan.

“Sehingga penggunaan pupuk subsidi terutama pupuk kimia sangat penting, karena tanpa itu, produksi mungkin stagnan. Dari waktu ke waktu penggunaan pupuk terus meningkat seiring dengan menurunnya kondisi lahan,” bebernya.

Baru berbicara satu poin ini, bisa dibilang kalau pupuk subsidi jadi salah satu penentu nasib petani. Sederhananya, ketika sawah bisa berproduksi optimal, petani sendiri yang bakal meraup cuan maksimal. Begitu pun sebaliknya.

 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *