Liputan6.com, Jakarta – Keseimbangan kehidupan dengan kerja sering dianggap sebagai indikator penting dari karier yang sukses. Generasi milenial dan pekerja Gen Z, khususnya, sangat menghargai keseimbangan kehidupan kerja dan mencari pekerjaan yang memungkinkan fleksibilitas.
Sekitar sepertiga dari Gen Z dan milenial mengatakan bahwa faktor keseimbangan kehidupan kerja, yakni pengaturan kerja yang fleksibel, lebih banyak waktu cuti, adalah kualitas yang paling penting dalam karier mereka ke depannya. Kedua setelah gaji yang lebih tinggi, demikian hasil survei Bankrate baru-baru ini.
Namun, keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi adalah tujuan yang mengerikan dan menyesatkan untuk dipisahkan, kata profesor Harvard Business School, Ranjay Gulati.
Temukan keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi adalah nasihat karier yang umum diberikan Gulati kepada murid-muridnya dan para CEO yang diwawancarainya dalam podcast “Deep Purpose” untuk diabaikan.
“Masalah utama saya dengan istilah keseimbangan kerja-kehidupan adalah istilah ini menempatkan pekerjaan berlawanan dengan kehidupan. Istilah ini mengasumsikan bahwa pekerjaan itu buruk dan kehidupan itu baik,” kata Gulati.
“Pekerjaan seharusnya tidak menghabiskan waktu Anda, tetapi ketika Anda memperlakukan pekerjaan dan kehidupan secara terpisah, implikasinya, Anda mengatakan, ‘Saya bisa mati ketika saya sedang bekerja.”
Di sini, Gulati menjelaskan mengapa fokus pada keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi dapat menjadi kontraproduktif. Maka ia menawarkan alternatif yang lebih baik, melansir laman CNBC, Kamis (23/11/2023):