Sebelumnya, Indonesia tengah menanti pencairan dana Just Energy Transition Mechanism (JETP) senilai USD 20 miliar, atau setara Rp 300 triliun. Sebagian besarnya dicairkan dalam bentuk pinjaman atau utang, dan sebagian kecil hibah untuk mendorong program transisi energi.
Dewan Energi Nasional (DEN) lantas meminta agar dana JETP yang dalam bentuk utang bisa dikenakan bunga di bawah 5 persen.
Dalam proses kesepakatan, Anggota DEN Satya Widya Yudha mengatakan, pihak JETP meminta agar Indonesia membatasi puncak emisi di pembangkit listrik tidak lebih dari 395 juta metrik ton CO2 pada 2030.
Di sisi lain, dalam Kebijakan Energi Nasional, DEN menetapkan target emisi dengan skenario rendah di level 463 juta metrik ton, dan skenario tinggi 621 juta metrik ton pada 2035.
Dengan banyaknya syarat yang ditetapkan JETP, DEN lantas memohon agar JETP tidak mengenakan bunga komersil untuk porsi pinjamannya.
“Kalau bunga komersial dengan mensyaratkan bahwa tahun 2030 harus 395 juta ton, lantas JETP pilih jenis energi primer yang boleh dikembangkan hanya solar dan hidro. Banyak sekali batasan-batasan yang kita lihat atau review ulang apakah kita bisa menggunakan jalur ini,” ungkapnya di Jakarta, Kamis (19/10/2023).
“Masih ada gap, kebutuhannya. Kemarin JETP menganggarkan sekitar USD 20 billion yang dikatakan available. Kalau kebutuhan yang ada lebih dari itu, maka kita harus kejar agar mampu mengisi gap apabila ini semua jadi kenyataan,” kata Satya.