Liputan6.com, Jakarta Penguatan tata kelola dan proses bisnis, peningkatan kualitas layanan, serta kelestarian lingkungan hidup menjadi hal yang difokuskan Kementerian Keuangan dalam rangka optimalisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di tahun 2024.
Direktur PNBP SDA dan KND Direktorat Jenderal Anggaran (DJA), Rahayu Puspasari membeberkan bahwa realisasi PNBP tertinggi terjadi pada 2022 dalam periode sejak 2019. Dirinya menyebut, untuk APBN 2024, proyeksi PNBP kembali turun ke Rp492,0 triliun.
“Realisasi PNBP tertinggi terjadi di tahun 2022, mencapai Rp 595,6 triliun,” bebernya.
Jika menilik data LKPP dan SPAN mencatat bahwa realisasi PNBP pada 2019 mencapai Rp409,0 triliun. Hal tersebut pun diikuti oleh penurunan di tahun 2020 menjadi Rp343,8 triliun.
“Penurunan yang mencapai 15,9% ini merupakan dampak dari pandemi COVID-19. Namun tumbuh menjadi Rp458,5 triliun pada 2021,” ujar Puspa.
“Fluktuasi pertumbuhan PNBP terutama dipengaruhi perkembangan harga komoditas minyak mentah, minerba, CPO, serta inovasi layanan,” jelasnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa realisasi PNBP hingga bulan Agustus mencapai Rp402,8 triliun atau menyentuh 91,3% dari target APBN.
“Utamanya berasal dari peningkatan pendapatan SDA dan KND,” ungkap Puspa. Tantangan dan Arah Kebijakan PNBP
Puspa menyebut bahwa terdapat beberapa tantangan penyerapan PNBP di berbagai sektor, salah satunya Sumber Daya Alam (SDA). Dirinya menjelaskan, salah satu tantangan PNBP dari sisi SDA adalah pemanfaatan yang belum optimal.
“Masih terdapat beberapa tantangan seperti pemanfaatan yang ilegal seperti illegal fishing, illegal mining, dan illegal logging,” sebutnya.
“Dengan tantangan tersebut, kebijakan PNBP pada APBN 2024 diarahkan kepada pemanfaatan SDA agar lebih optimal dengan cara optimalisasi dividen BUMN dengan mempertimbangkan profitabilitas, persepsi investor, regulasi dan covenant disertai perluasan perbaikan kinerja,” jelas Puspa.
Selain itu, dirinya membeberkan arah kebijakan PNBP pada sektor migas. Menurut Puspa, arah kebijakan tersebut akan berfokus pada pembuatan kebijakan yang mengarah pada penyempurnaan regulasi secara lebih komprehensif dan optimalisasi tata kelola aset hulu migas.
“Lalu implementasi penuh digitalisasi data hulu migas melalui sistem informasi terintegrasi untuk efektivitas pengawasan dan pelaporan migas,” beber Puspa.
Selanjutnya, untuk kebijakan PNBP SDA nonmigas memiliki fokus dan prioritas masing-masing.
“Sementara untuk PNBP SDA non migas, kebijakan diarahkan pada fokus masing-masing sumber pendapatan. Pendapatan SDA minerba akan memperhatikan moderasi harga komoditas,” imbuhnya.
Ia juga mengatakan, arah kebijakan sektor minerba diprioritaskan pada peningkatan kualitas pengelolaan melalui pengawasan/pemeriksaan bersama antar instansi. Pada sektor kehutanan akan berfokus pada perbaikan tata kelola, implementasi perizinan, serta optimalisasi produksi. Puspa pun menambahkan, sektor perikanan akan berfokus pada kebijakan pengelolaan pemanfaatan SDA perikanan berbasis Legal Regulated Reported Fishing (LRRF).
“Sedangkan untuk sektor panas bumi akan mengarah pada kebijakan percepatan produksi, efisiensi, dan pemanfaatan information and communication technology (ICT),” kata Puspa.